Bismillah.
Seorang Ustaz –hafizhahullah– pernah menyampaikan pepatah arab yang artinya, “Setiap bejana akan memercikkan sesuatu yang ada di dalamnya.” Maksud dari ungkapan ini adalah setiap orang akan mengeluarkan atau menanggapi sesuatu sesuai dengan apa-apa yang ada di dalam hatinya.
Apabila di dalam hatinya terisi kebaikan niscaya yang akan tercurah keluar juga kebaikan. Sebaliknya, jika yang ada di dalam hatinya adalah kotoran dan keburukan maka yang terkeluarkan darinya juga demikian. Begitulah adanya apa-apa yang selama ini kita lakukan. Kerapkali kita -secara tidak sadar- melontarkan ucapan atau melakukan perbuatan yang mencerminkan apa sih yang terpendam di dalam hati kita. Oleh sebab itu sudah menjadi kewajiban kita untuk membersihkan isi hati agar bersih pula ucapan dan tindakan yang kita lakukan.
Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah pernah memberikan ceramah dengan tema ‘pengaruh amalan hati kepada amalan anggota badan’ atau dengan bahasa lain ‘pengaruh aqidah terhadap istiqomah’. Dalilnya adalah hadits Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhuma, “Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging; apabila ia baik maka baik pula seluruh anggota badan, dan apabila ia buruk maka buruk pula seluruh anggota badan. Ketahuilah, itu adalah jantung.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini dibawakan oleh an-Nawawi rahimahullah dalam al-Arba’in an-Nawawiyah.
Hadits ini memberikan faidah pentingnya hati bagi amalan seperti jantung bagi anggota badan. Salah satu amalan hati -bahkan ia merupakan poros dari semua amalan hati- adalah cinta. Cinta adalah penggerak segala bentuk aktifitas dan kegiatan manusia di atas muka bumi. Ibadah kepada Allah pun ditopang di atas 3 amalan hati; cinta, takut, dan harapan. Diantara ketiganya maka cinta adalah yang paling urgen dan paling besar pengaruhnya. Oleh sebab itu sebagian ulama menggambarkan kedudukan cinta, harap, dan takut pada diri seorang mukmin seperti peranan kepala dan kedua sayap pada seekor burung, cinta adalah kepala dan harap serta takut adalah sayapnya.
Kecintaan yang akan menjadikan indah dan lezatnya hidup seorang muslim adalah kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya serta kecintaan kepada apa-apa yang dicintai oleh Allah. Cinta inilah yang menjadi bagian pokok dalam tauhid. Sebagaimana disebutkan dalam atsar, “Sekuat-kuat simpul keimanan adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” Sehingga dengan kecintaan tertinggi kepada Allah membuat hamba bisa merasakan manisnya iman. Allah pun menyatakan dalam kitab-Nya (yang artinya), “Adapun orang-orang beriman maka lebih dalam cintanya kepada Allah.” (al-Baqarah : 165). Kecintaan kepada Allah adalah surga di hati ahli tauhid.
Oleh sebab itu sebagian ulama mengatakan, “Sesungguhnya di dunia ada sebuah surga barangsiapa yang tidak memasukinya maka dia tidak akan memasuki surga di akhirat.” Senada dengan ungkapan ini apa yang diucapkan oleh Malik bin Dinar rahimahullah, “Orang-orang yang malang dari penduduk dunia; mereka keluar dari dunia dalam keadaan belum merasakan sesuatu yang paling lezat di dalamnya.” Beliau pun menjelaskan bahwa sesuatu yang paling baik dan paling lezat di dunia itu adalah mengenal Allah dan mencintai-Nya. Dalam hadits sahih riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pasti merasakan lezatnya iman; orang yang ridha Alah sebagai Rabb/sesembahan, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.”
Kejernihan sikap dan tanggapan merupakan bagian dari ajaran nasihat yang menjadi pilar di dalam agama Islam. Sampai-sampai disebutkan dalam hadits bahwa inti agama ini adalah nasihat. Nasihat bermakna murni dan tulus. Oleh sebab itu kita bisa melihat bagaimana hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh nyata bukti ketulusan niat seorang hamba, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin memberikan nasihat kepada seorang penguasa, maka janganlah dia menampakkan hal itu secara terang-terangan/di muka umum…” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim dan dinyatakan sahih oleh al-Albani)
Orang yang menginginkan kebaikan bagi saudaranya tentu akan mencari cara terbaik yang bisa mengantarkan kebaikan itu kepada saudaranya. Wallahul muwaffiq.